Example floating
Example floating
PEMPROV BABEL

Pengaruh Digital Ubah Gaya Komunikasi Politik di Indonesia

183
×

Pengaruh Digital Ubah Gaya Komunikasi Politik di Indonesia

Sebarkan artikel ini
Foto : Lastriasi (Diskominfo)

REALITA.NEWS — Sebagai negara demokrasi, peran politik merupakan bagian penting dari tujuan bernegara, pun dengan Indonesia. Politik menyoroti pada suatu sistem dalam upaya pencapaian kekuasaan. Sementara, untuk menjalankan sistem tersebut dibutuhkan suatu organisasi terstruktur, yang kemudian dikenal dengan sebutan “Partai politik”.

Kehadiran partai politik bahkan memiliki kedudukan dalam pengakuan yang absolut melalui Undang-Undang No 2 Tahun 2011 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik.

Undang-undang tersebut mengamanatkan partai politik berfungsi sebagai penghubung antara rakyat dengan penguasa melalui sarana demokrasi. Dalam sejarahnya, Indonesia pernah menerapkan 4 sistem demokrasi, yakni Demokrasi Parlementer (1950-1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1965), Demokrasi Pancasila Orde Baru (1966-1998), dan Demokrasi Pancasila Reformasi (1998-sekarang). Namun, rakyat Indonesia baru benar-benar merasakan langsung hubungan dua arah dalam konteks demokrasi, terjadi pada era Demokrasi Pancasila Reformasi.

Pada era ini, disebutkan Andrew Shandy dan Sandra Dewi (2018), berbagai kekangan demokrasi yang berlaku di era Soeharto dihapuskan. Lebih lanjut, sistem multipartai juga diberlakukan pada era reformasi, dan menjadi awal dilaksanakannya pemilihan secara umum pada 1999. Karakter pemilu berjalan dengan lebih demokratis, masyarakat terlibat langsung dalam pemilihan pemimpin. Adanya rotasi kekuasaan dari pemerintah pusat hingga daerah, pola rekrutmen politik terbuka, dan hak-hak dasar warga negara terjamin.

Meningkatkan Partisipasi Politik Masyarakat

Aktifnya keterlibatan masyarakat secara langsung dalam penyelenggaraan pemilu, menunjukan semakin kuatnya tatanan demokrasi dalam sebuah negara, karena dalam pemilu, rakyat memiliki kedaulatan tertinggi, dapat melaksanakan hak politiknya dengan menentukan pilihannya secara langsung, dan bebas. Kondisi ini sekaligus mengharuskan partai politik beradu strategi, dan taktik untuk meyakinkan rakyat dengan menawarkan visi, misi, program, dan/atau citra diri, yang tujuannya adalah meraih kekuasaan.

Baca Juga:  Buka Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII, Wapres Tekankan 4 Manhaj dalam Berijtihad

Pada era terdahulu, gaya komunikasi konvensional dianggap sebagai cara terbaik untuk menarik simpati, popularitas, dan suara masyarakat. Dalam kampanye, baik partai maupun individu dalam pemilihan legislatif dan kepala daerah banyak menggunakan baliho sebagai media kampanye. Selain itu, interaksi tatap muka dirasa lebih efektif, karena akan terbentuk ikatan personal, membangun hubungan, serta memahami karakter, dan memahami  kebutuhan masyarakat. Dengan demikian, akan muncul kepercayaan yang kuat dari masyarakat.

Transformasi Gaya Komunikasi Konvensional ke Era Digital

Tetapi, dalam beberapa dekade terakhir, gaya komunikasi dan kampanye politik di Indonesia telah mengalami perubahan drastis. Heryadi Silvianto, Dosen FIKOM Universitas Multimedia Nusantara (UMN) menyebut, perubahan dari metode konvensional yang lebih tradisional menjadi kampanye digital yang eksponensial, dan inklusif ini seiring perkembangan teknologi, dan perubahan perilaku pemilih, sehingga membawa dampak signifikan dalam politik Indonesia.

Teknologi digital telah mengubah cara kita berinteraksi, berkomunikasi, dan juga berpartisipasi dalam proses politik. Dalam artikel yang dipublikasi oleh Caruy Desa, salah satu perubahan signifikan yang terjadi dalam partisipasi politik adalah peningkatan partisipasi online. Dulu, partisipasi politik terbatas pada kegiatan-kegiatan seperti pemilihan umum, dan pertemuan publik. Namun sekarang, orang dapat berpartisipasi dalam proses politik melalui internet. Mereka dapat memberikan pendapat, berkomunikasi dengan pemimpin politik, dan bahkan mengorganisir gerakan politik.

Seperti halnya media sosial. Platform ini telah menjadi sarana yang kuat untuk menyebarkan pesan politik, mengorganisir kampanye, dan memobilisasi massa. Dengan menggunakan media sosial, para politisi dapat langsung berinteraksi dengan pemilih, mempromosikan agenda politik mereka, dan memperoleh dukungan. Bahkan, dalam Pemilihan Presiden 2024, para calon memanfaatkan fitur “live” pada platform TikTok, Facebook, dan YouTube untuk berinteraksi dengan publik, terutama untuk menggaet simpati Generasi Z.