JAKARTA – Pengamat ekonomi dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Muhammad Fadhil Hasan menilai, sangat berbahaya jika program perlindungan sosial berupa bantuan sosial (Bansos) untuk rakyat dijadikan instrumen kepentingan politik sesaat dan seolah-olah bantuan dari pribadi seorang pejabat.
Dia menyatakan hal itu kepada KBA News, Rabu, 31 Januari 2024 menanggapi masifnya pembagian Bansos untuk memenangkan paslon tertentu serta mengarahkan opini bahwa Bansos itu merupakan belas kasih Jokowi kepada rakyat.
“Ini berbahaya dan merusak azas dan tunjuan kita mendewasakan negara yang sedang berdemokrasi,” kata peraih gelar doktor dari University of Kentucky AS itu.
Dikatakannya, jelas sekali peningkatan signifikan program perlindungan sosial tahun 2024 itu mencatat rekor tertinggi bahkan menyamai keadaan ketika Covid 19 melanda Indonesia.
“Ini aneh. Padahal ekonomi sudah pulih, pertumbuhan ekonomi pada tahun ini mencatat angka dengan keadaan yang sama dengan sebelum Covid 19. Jadi seharusnya program perlindungan sosial menurun bukan meningkat.”
Yang juga menimbulkan tanya, lanjut dia, , jadwal pemberian bantuan sosial pun dibagikan menjelang dilaksanakannya waktu pencoblosan Pemilu 2024.
“Selain itu terjadi personifikasi program perlindungan sosial seolah berasal dari individu presiden,” katanya.
Sejatinya, tegas Fadhil, program perlindungan sosial merupakan tanggung jawab negara untuk membantu masyarakat miskin dan hak mereka mendapatkan perlindungan dari negara. Tidak ada hubungannya dengan presiden, partai atau capres tertentu.
“Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa program perlindungan sosial itu telah dijadikan alat ‘menyogok’ untuk memenangkan pihak tertentu baik di legislatif maupun pilpres. Ini jelas merupakan keculasan yang tidak bisa ditolerir,” katanya.
Bersifat Sementara
Fadhil Hasan menuturkan lebih jauh dari itu, program perlindungan sosial seperti terjadi di berbagai negara bersifat sementara, tidak selamanya karena bagaimanapun program ini jika dijalankan selamanya akan bersifat tidak mendidik masyarakat terutama bagi mereka yang berusia produktif.
Oleh karena itu, tegasnya, seharusnya anggaran perlindungan sosial menurun dengan seiringnya waktu karena mereka kemudian terserap oleh lapangan pekerjaan yang tercipta dan bukti bahwa program tersebut berjalan efektif.
Meningkatnya program perlindungan sosial di era Jokowi ini, tambahnya, menunjukkan tidak efektifnya program perlindungan sosial dan tidak terjadinya penciptaan lapangan kerja yang memadai.
Dia meminta Menteri Keuangan selaku Bendahara Negara harus bersikap tegas terhadap politisasi program perlindungan sosial ini dan ikut bertanggungjawab terhadap penggunaan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang telah disalahgunakan oleh kekuasaan.
“Ini merupakan tatakelola anggaran yang buruk. Menteri Keuangan yang selama ini terlihat berkomitmen berjuang dalam upaya menciptakan good governance harus bersikap dengan jelas dan tegas,” demikian Fadhil Hasan. (***)