Example floating
Example floating
NASIONAL

Relasi Melayu – Tionghoa Saat Pilkada di Bangka Belitung, Layak Jadi Referensi Pilkada dan Pemilu Nasional

116
×

Relasi Melayu – Tionghoa Saat Pilkada di Bangka Belitung, Layak Jadi Referensi Pilkada dan Pemilu Nasional

Sebarkan artikel ini

REALITA.NEWS — TIM riset Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Bangka Belitung (UBB) menyimpulkan bahwa relasi kuasa antara Keturunan Melayu dan Tionghoa akan menjadi pasangan calon kepala daerah yang memiliki peluang menang yang signifikan.

Kesimpulan ini didasari beberapa faktor yang salah satunya adalah kedekatan hubungan antara kedua etnis ini yang terlihat dalam kehidupan sehari hari, baik dalam lingkungan kerja ataupun kehidupan sosial lainnya.

Disamping itu, kesepahaman dalam keberagaman antar etnis Melayu dan Tionghoa yang telah terbangun juga didorong dan dikuatkan dengan adanya dominasi, akumulasi dan pendayagunaan tiga modal utama yakni modal politik, modal sosial dan modal budaya kemudian menjadi penentu dalam meraih kemenangan.

Menurut Dr. Novendra Hidayat, M.Si., Dosen Ilmu Politik FISIP UBB selaku Ketua Tim Riset bersama Abdul Fatah anggota sekaligus Dosen Ilmu Politik dan Kepala Laboratorium FISIP UBB dalam relisnya menyebutkan Pilkada/Pemilu yang dilaksanakan di Indonesia adalah bentuk dari konsekuensi negara demokrasi, dimana kompetisi dan kolaborasi akan selalu mengiringi prosesnya.

Dalam riset yang diadakan sepanjang Mei – November 2023, kedekatan relasi kuasa Melayu – Tionghoa pada Pilkada Babel terlihat pada pelaksanaan Pilkada di Kabupaten Bangka Barat. Di sini, katanya, peneliti melihat dan mengidentifikasi adanya hubungan relasi kuasa Melayu – Tionghoa pada Pilkada Bangka Barat tahun 2015 dan pilkada tahun 2020.

Fenomena yang terjadi di Kabupaten Bangka Barat adalah bukti berhasilnya komposisi elite etnis Melayu dan Tionghoa memenangkan kontestasi politik lokal pada dua pelaksanaan Pilkada terakhir, yaitu tahun 2015 dan tahun 2020.

Di tengah isu primordial yang kian kencang dihembuskan di berbagai belahan tanah air akhir-akhir ini, Pilkada tersebut tetap berlangsung aman dan lancar, dengan ditandai adanya harmonisasi politik antara etnis Melayu dan Tionghoa.

Pada Pilkada 2015, Parhan Ali – Markus berhasil memperoleh kemenangan dengan perolehan 29.290 suara (35,43 persen). Sedangkan pada Pilkada 2020, Sukirman – Bong Ming-Ming berhasil meraup suara yang signifikan dengan raihan 44.977 suara (45,6 persen).

Dari penelitiaan yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa relasi kuasa yang terjadi antara Melayu-Tionghoa tercermin pada pasangan Sukirman-Bong Ming Ming.

Relasi yang terjadi antara keduanya pada Pilkada 2020 di Kabupaten Bangka Barat merupakan relasi yag alamiah. Alamiah di sini merujuk kepada relasi antara etnis Melayu dengan Tionghoa yang telah berlangsung sejak lama.

Pasangan Sukirman-Bong Ming Ming mendayagunakan dan memaksimalkan potensi relawan dan tim sukses dari berbagai lini, terutama lintas etnis dan agama. Dengan dukungan yang maksimal, pasangan ini mendapatkan perhatian yang cukup besar oleh masyarakat pemilih di Kabupaten Bangka Barat.

Dalam rilisnya, Tim Riset ini juga menyebutkan kompetisi dan kolaborasi tentu membutuhkan suatu kedewasaan berpolitik bagi setiap kontestan, simpatisan, anggota parpol, relawan/tim pemenangan dan masyarakat pemilih. Kedewasaan berpolitik tercermin dari sikap politik yang yang lebih mengedepankan persatuan, kesantunan, adil, guyub, dan nilai-nilai kemanusiaan lainnya.

Keberhasilan pelaksanaan Pilkada Bangka Barat 2020 yang didalamnya memuat relasi kuasa elite, kontestan, simpatisan, relawan/tim sukses Melayu dan Tionghoa adalah cerminan representasi kedewasaan berpolitik dengan hadirnya kesepahaman dalam keberagaman.

“Pilkada Bangka Barat 2020 yang berlangsung secara guyub, santun dan riang gembira yang melibatkan dua entitas utama ini layak menjadi referensi pelaksanaan Pilkada dan Pemilu secara nasional,” kata Novendra Hidayat. (*)

Baca Juga:  Rektor IPDN Mendorong Kesiapan Hadapi Revolusi Industri