BANGKA — Ponton isap produksi di sekitar Perairan Batu Hitam, Sungai Rumpak Desa Riding Panjang, Kecamatan Belinyu bukannya berhenti setelah adanya pemberitahuan dari polisi yang akan melakukan menertibkan. Pemilik ponton seakan mengabaikan himbauan itu dan malah makin menambah jumlah ponton untuk beraktifitas.
Dari pantauan yang dilakukan, ratusan ponton isap yang terlihat dari pinggir pantai tersebut, sudah memulai aktifitas penambangan sejak pagi hari dalam beberaopa hari belakangan. Hal ini juga terbukti dengan adanya gumpalan asap hitam yang mengepul dari ponton ponton tersebut.
Kondisi sangat bertolak belakang dengan apa yang terlihat ketika Kapolres Bangka AKBP Toni Sarjaka berkunjung Sungai Rumpak dan Batu Hitam.Saat itu, Kapolres menghimbau agar aktifitas penambangan dihentikan dulu sementara waktu. Saat itu udara di sekitar itu terasa segar dan bersih.
Mon, warga Belinyu yang berprofesi sebagai nelayan dan sering melewati di dekat ponton itu berada mengakui jumlah ponton makin banyak. ”Makin nambah Bang pontonnya, makin ramai, makin bedentum pula bunyi mesinnya. Di sekitar sungai rumpak, batu hitam itu lah,” kata Mon.
Sebelumnya, lokasi Batu Hitam Sungai Rumpak itu kerap kali diberitakan. Bahkan, sekali pemberitaan saja aparat keamanan terkait juga langsung menertibkan ponton-ponton di perairan itu. Namun sekarang, nampak jumlah ponton semakin bertambah. Penambang pun nampak antusias melakukan aktifitasnya.
Padahal, situasi dan kondisi saat ini para kolektor timah di Kecamatan Belinyu khususnya, memilih enggan membeli timah. Hal itu dipicu harga timah yang anjlok dan berhembus adanya penangkapan pasir timah dari perairan batu hitam.
Kapolres Bangka AKBP Toni Sarjaka, pada Sabtu kemarin saat dikonfirmasi wartawan media ini menjawab akan merencanakan penertiban ulang. Meski saat ini belum diketahui kapan akan dilakukan penertiban ulang.
”Kita rencanakan untuk penertiban lagi,” kata AKBP Toni, Sabtu (27/01).
Informasi yang dikumpulkan, meski banyak kolektor yang terkesan enggan membeli timah namun para penambang menyebut bahwa mereka akan menyimpan pasir timah itu untuk sementara waktu. Selain itu, pernyataan yang dilontarkan beberapa kolekter diyakini tidak sepenuhnya benar. Mereka hanya berkilah tidak bekarja karena takut akan ditangkap.
Ketegasan aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan perlu dilakukan kepastian hukum terhadap penambangan itu bisa dipertanggungjawabkan. Saat ini, penambangan dilakukan seenaknya oleh banyak kelompok kelompok baru yang muncul setelah kelompok lama tidak lagi beraktifitas.
Jika dibahas tentang aktivitas didalamnya memang kegiatan itu adalah sumber mata pencaharian rakyat. Namun secara garis besarnya, potensi konflik, saling adu kubu antar pengurus juga kerap terjadi dibelakang layar.
Bahkan tak sedikit diantara kubu-kubu penambang yang memiliki pos pam sendiri, membuat aturan yang mereka buat. Bahkan lagi, saling comot binaan ponton untuk menambah jumlah ponton mereka pun kerap terjadi.
Penambang yang merasa ingin bekerja aman, hanya menuruti saja aturan yang dibuat oleh kubu yang menaungi mereka. Karena takut dirazia oleh aparat, mereka memilih bernaung di kubu yang membuat mereka merasa aman bekerja.
Janji pemberian kontribusi kepada masyarakat terdampak juga menjadi dasar adanya kegiatan penambangan itu. Padahal, berdasarkan pemberitaan sebelumnya hanya hitungan jari kubu saja yang memberikan kontribusi kepada warga Mengkubung, dan itupun mereka bersedia secara terbuka dan dipublis oleh media.
Potongan berupa fee, cantingan yang berbentuk koordinasi diharapkan penambang sebagai jaminan agar mereka tidak terjerat hukum saat dilakukan razia. Tapi apakah mungkin kubu yang meminta mereka bekerja bisa melakukannya. (Edho)