Example floating
Example floating
HEADLINEINTERNASIONAL

Lima Ulama Indonesia yang Pemikirannya Diakui Dunia, Tiga Keturunan Minangkabau

4250
×

Lima Ulama Indonesia yang Pemikirannya Diakui Dunia, Tiga Keturunan Minangkabau

Sebarkan artikel ini
Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi

REALITA.NEWS — Ulama mempunyai peran yang strategis di tengah masyarakat Islam. Ia adalah ahli waris para nabi. Hal ini sebagaimana hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Dawud:

“…Sesungguhnya para ulama itu pewaris para Nabi, sebab para Nabi tidak mewariskan dinar maupun dirham. Mereka mewariskan ilmu. Siapa saja yang memungut ilmu itu, maka ia mendapatkan bagian yang sempurna”.

Di Indonesia, lahir banyak ulama yang perannya tidak bisa dipandang sebelah mata. Banyak ulama Indonesia yang memiliki pengaruh besar di dunia internasional. Ulama-ulama Indonesia ini telah berperan dalam mengembangkan pemikiran Islam dan menyebarkan pesan kebaikan ke seluruh penjuru dunia.

Minangkabau adalah salah satu suku di nusantara ini yang memiliki banyak ulama ulama Islam yang terkenal.   Diantaranya adalah Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi, Inyiak Canduang  sampai kepada Buya Hamka. Dan sekarang pun, banyak ulama ulama yang merupakan keturunan Minangkabau ceramahnya banyak dinantikan kaum muslim nusantara.

Berikut adalah 5 ulama Indonesia yang hingga kini nama dan karyanya dikenal dunia yang dilansir dari medcom.id. Tiga dari lima ulama terkenal tersebut, tiga diantaranya adalah Keturunan Minangkabau.

  1. Syekh Nawawi al-Bantani

Nama lengkapnya adalah Abu Abd al-Mu’ti Muhammad bin Umar al-Tanara al-Jawi al-Bantani. Lahir di Tanara, Serang, Banten pada 1813 dan wafat di Mekah pada 1897.

Syekh Nawawi merupakan keturunan Maulana Hasanuddin, putra Sunan Gunung Jati Cirebon, Jawa Barat, serta generasi ke-12 dari Sultan Banten.

Saat usia 15 tahun, Syekh Nawawi memantapkan tekad untuk berhaji dan menuntut ilmu di Mekkah. Ia berguru dengan banyak tokoh penting dalam dunia Islam. Antara lain, Syekh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syaikh Junaid, dan Syekh Ahmad Dimyati.

Syekh Nawawi juga sempat berguru kepada Syekh Muhammad Khatib dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan, dua ulama besar di Madinah, Arab Saudi. Kematangan dan kecerdasannya diakui setiap guru yang ia temui.

Baca Juga:  Uji Publik Standar Pelayanan, Asyraf: Silahkan Sampaikan Masukan
Syekh Nawawi al-Bantani

Bahkan, ulama asal Mesir, Syekh Umar Abdul Jabbar dalam karyanya berjudul al-Durus min Madhi al-Ta’lim wa Hadlirih bi al-Masjidil al-Haram tak ragu menyebut Syekh Nawawi sebagai sosok yang produktif dan menguasai berbagai cabang keilmuan.

Hingga akhir hayatnya, Syekh Nawawi berhasil menulis ratusan judul kitab yang menjadi rujukan ulama-ulama di Jazirah Arab dan Asia Tenggara. Di Indonesia, karya-karya itu menjadi kurikulum wajib di pesantren dan madrasah.

Seperti kitab al-Tafsir al-Munir li al-Mualim al-Tanzil al-Mufassiran wujuh mahasin al-Ta’wil musamma Murah Labid li Kasyafi Ma’na Qur’an Majid, Kasyifah al-Saja syarah Safinah al-NajaSullam al-MunajahNihayah al-Zain, atau Nashaih al-‘Ibad.

 

  1. Syekh Ahmad Khatib al-Minangkabawi

Nama lengkapnya adalah al Allamah asy Syaikhul Ahmad Khatib Rahimahullah bin Abdul Lathif bin Abdurrahman. Ia lahir di Koto Tuo – Balai Gurah, IV Angkek, Agam, Sumatera Barat pada 1860 dan wafat di Mekkah 1916.

Ia tercatat sejarah sebagai orang non-Arab pertama yang dipercaya menjadi imam besar di Masjidil Haram, Mekkah.

Syekh Khatib sudah dititipkan ke beberapa ulama besar di Mekkah sejak usia 10 tahun. Ia berguru kepada banyak ulama besar, di antaranya Sayyid Umar bin Muhammad bin Mahmud Syatha al Makki asy Syafi’i, Sayyid Utsman bin Muhammad Syatha al Makki asy Syafi’i, serta Sayyid Bakri bin Muhammad Zainul Abidin Syatha ad Dimyathi al Makki asy Syafi’i.